Beranda | Artikel
Ujian dan Keimanan
Kamis, 12 Oktober 2017

Bismillah.

Tidaklah diragukan bahwa kehidupan bagi kaum beriman adalah sebuah medan untuk mewujudkan nilai-nilai penghambaan. Hidup bukan sekedar berdetaknya jantung, berhembusnya nafas, atau mengalirnya peredaran darah. Hidup yang sejati adalah kehidupan hati.

Allah telah menetapkan kehidupan sebagai bentuk cobaan, sebagaimana harta dan anak-anak adalah cobaan. Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2)

Allah juga berfirman (yang artinya), “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengucapkan ‘kami beriman’ dalam keadaan tidak diberi ujian?” (al-’Ankabut : 2)

Kehidupan hati hanya terwujud ketika seorang insan meyakini bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada tempat bergantungnya hati, cinta dan harap serta takut kecuali kepada-Nya. Hatinya hidup dengan tauhid dan keimanan, hatinya hidup dengan hidayah dan dzikir kepada ar-Rahman. Hal ini pun telah disinggung oleh Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya adalah seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)

Kaum yang mengingat Allah hatinya akan terisi dengan ketenangan dan ketentraman. Hatinya ingat kepada keagungan Allah dan kebesaran-Nya. Hatinya bergantung dan bersandar hanya kepada-Nya. Di tangan-Nya segala urusan. Di tangan-Nya segala manfaat dan mudharat. Tidak ada satu pun binatang melata di muka bumi ini melainkan Allah yang mengatur rezekinya. Maka dengan bekal keimanan itulah mereka menggapai ketenangan dan kemuliaan hidup. Hidup yang berhias dengan dzikir dan amal salih, hidup yang bertabur iman dan ketaatan.

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah merasa takutlah hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya, dan hanya kepada Rabbnya mereka itu bertawakal…” (al-Anfaal :2-4)

Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Bukanlah iman itu hanya dengan berangan-angan atau sekedar memperindah penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.”

Iman terbagi menjadi dua bagian; sabar dan syukur. Barangsiapa diberi nikmat maka dia diuji apakah dia bisa bersyukur. Dan barangsiapa diberi musibah maka dia pun diuji apakah dia bisa bersabar. Iman bukan semata-mata ucapan lisan atau gerakan anggota badan, lebih daripada itu iman harus bersumber dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Dengan demikian kita pun mengerti bahwa hakikat ujian itu adalah ujian bagi hati setiap hamba; sejauh mana dia bergantung kepada Rabbnya, sejauh mana dia cinta dan tunduk kepada Allah, sejauh mana dia lebih mengutamakan perintah Allah di atas perasaan dan keinginan hawa nafsunya.

Kuat lemahnya kesabaran bergantung pada kuat lemahnya iman seorang hamba kepada takdir dan sifat hikmahnya Allah. Semakin dia menyadari bahwa Allah adalah al-Hakiim; yang maha bijaksana serta al-’Aliim; yang maha mengetahui dan bahwa segala sesuatu telah ditulis lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi niscaya dia akan semakin sabar dalam menghadapi musibah dan bencana yang melanda. Dia pun akan berdoa kepada Allah agar Allah limpahkan pahala di balik musibah yang menimpa dan agar diberikan ganti yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Betapa banyak orang yang tertimpa musibah pada akhirnya bertaubat dan kembali ke jalan Rabbnya. Hal ini mungkin tidak akan diperoleh jika dia terus bergelimang nikmat dan kemewahan. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua buah nikmat yang kebanyakan orang terpedaya dan merugi akibat keduanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Benar, ini menunjukkan bahwa kesehatan dan waktu luang adalah ujian bagi kita. Apakah ketika Allah beri kesehatan kita gunakan untuk taat dan beribadah kepada-Nya, atau justru sebaliknya. Apakah ketika Allah berikan kita waktu luang dapat kita manfaatkan untuk melakukan amal salih dan dzikir kepada-Nya, atau justru sebaliknya. Ini semua adalah ujian demi ujian yang menimpa hati kita.

Sebagaimana digambarkan di dalam hadits bahwa fitnah-fitnah itu dihamparkan di dalam relung-relung hati manusia laksana anyaman tikar sehelai demi sehelai… Sebagaimana kotoran dosa memperhitam hati manusia setahap demi setahap ketika air mata taubat tidak segera mengusap dan membersihkannya… Jangan anda remehkan tetesan air mata! Sebab salah satu mata yang tidak tersentuh panasnya api neraka adalah mata yang menangis karena takut kepada Rabbnya…

Saudaraku yang dirahmati Allah, terkadang kita mengira bahwa ujian itu buruk bagi kita. Padahal di balik ujian-ujian Allah menghendaki kemudahan dan keselamatan bagi kita. Betapa sering kita menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kita, dan betapa sering kita membenci sesuatu padahal sejatinya hal itu bagus dan bermanfaat untuk kita. Allah maha mengetahui dan kita tidak mengetahui apa-apa. Karena itulah seorang hamba menundukkan akal dan perasaannya kepada wahyu dan ajaran Allah. Allah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk ciptaan-Nya.

Bukankah orang-orang yang paling berat cobaannya di muka bumi ini adalah para nabi. Bukankah kaum terberat ujiannya setelah mereka adalah para ulama. Bukankah setiap orang akan diberi ujian sesuai dengan kadar keimanannya; semakin kuat imannya semakin besar pula cobaan yang harus dihadapi olehnya. Anda mungkin hari ini merasakan letihnya beramal, tetapi anda tidak mengetahui betapa indah dan lezat kenikmatan yang Allah siapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa; sebuah kenikmatan yang belum pernah dilihat mata, belum terdengar oleh telinga, dan belum terbersit dalam hati anak manusia.

Oleh sebab itu betapa menyedihkan keadaan orang yang rela membuang kenikmatan abadi dan tak tertandingi dengan kesenangan semu yang bercampur dengan kegelisahan dan ketakutan. Mereka yang menjual agamanya demi menjilati ceceran dunia yang fana. Fitnah-fitnah telah menenggelamkan mereka dalam lautan dosa dan siksa; siksa di dunia sebelum siksa di akhirat, siksaan hati karena terperangkap dalam penghambaan kepada setan dan hawa nafsu sendiri. Maka sudah sepantasnya kita berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan diri kita dengan kasih sayang dan ampunan-Nya, dan agar Allah tidak tinggalkan kita walaupun hanya sekejap mata….

Bukankah setiap kesulitan disertai dengan kemudahan. Dan setiap pertolongan akan menyertai kesabaran. Dan Allah membersamai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah pun menjanjikan jalan keluar dan kemudahan bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya. Bahkan Allah akan berikan kepada mereka rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan mencukupinya. Semakin bagus penghambaan kita kepada Allah maka semakin sempurna pula pertolongan dan bimbingan Allah kepada hamba-Nya.

Ridha dengan ketetapan Allah; inilah surga dunia yang banyak tidak dirasakan oleh manusia. Padahal jika mereka mau bersangka baik kepada Rabbnya akan tentram hati dan pikirannya. Kaum beriman bersangka baik kepada Allah sehingga mereka perbaiki amal-amalnya. Mereka beramal dengan rasa harap dan cemas. Mereka beramal dan tidak berputus asa. Mereka beramal dan tidak merasa aman dari makar Allah. Mereka tidak takut kecuali kepada Rabbnya. Mereka murnikan ibadahnya untuk Allah semata dan tidak mengejar balasan atau pujian dari manusia. Inilah surga dunia; barangsiapa tidak memasukinya maka tidak akan memasuki surga di akhirat sana.

Semoga Allah tambahkan kepada kita iman dan takwa, dan menjaga kita agar tetap berada di atas jalan yang lurus hingga ajal tiba. Wallahu a’lam bish shawaab.

— 

 


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/ujian-dan-keimanan/